Showing posts with label kisah inspiratif. Show all posts
Showing posts with label kisah inspiratif. Show all posts

Kisah Seekor Tikus

Sepasang suami dan istri petani pulang kerumah setelah berbelanja. Ketika mereka membuka barang belanjaan, seekor tikus memperhatikan dengan seksama sambil menggumam, "Hmmm...makanan apa lagi yang dibawa mereka dari pasar??"

Ternyata, salah satu yang dibeli oleh petani ini adalah Perangkap Tikus. Sang tikus kaget bukan kepalang. Ia segera berlari menuju kandang dan berteriak, "Ada Perangkap Tikus di rumah!!! Di rumah sekarang ada perangkap tikus!!"

Ia mendatangi ayam dan berteriak, "Ada perangkap tikus"

Sang Ayam berkata, "Tuan Tikus..., Aku turut bersedih, tapi itu tidak berpengaruh terhadap diriku"

Sang Tikus lalu pergi menemui seekor Kambing sambil berteriak. Lalu sang Kambing pun berkata, "Aku turut bersimpati.. . tapi maaf, tidak ada yang bisa aku lakukan"

Tikus lalu menemui Sapi. Ia mendapat jawaban sama,"Maafkan aku. Tapi perangkap tikus tidak berbahaya buat aku sama sekali"

Ia lalu lari ke hutan dan bertemu Ular. Sang ular berkata, "Ahhh...Perangkap Tikus yang kecil tidak akan mencelakai aku"

Akhirnya Sang Tikus kembali kerumah dengan pasrah mengetahui kalau ia akan menghadapi bahaya sendiri.

Suatu malam, pemilik rumah terbangun mendengar suara keras perangkap tikusnya yang berbunyi. Menandakan perangkapnya telah memakan korban.

Namun ketika melihat perangkap tikusnya, seekor ular berbisa telah terjebak di sana. Ekor ular yang terjepit membuatnya semakin ganas dan menyerang istri si Petani.

Walaupun sang Suami berhasil membunuh ular tersebut, namun sang istri sempat tergigit dan teracuni oleh bisa ular tersebut.

Setelah beberapa hari di rumah sakit, sang istri sudah diperbolehkan pulang. Namun selang beberapa hari kemudian demam tinggi yang tak turun-turun juga. Atas saran kerabatnya, ia membuatkan isterinya sup ayam untuk menurunkan demamnya.

Semakin hari bukannya semakin sembuh, justru semakin tinggi demam isterinya. Seorang teman menyarankan untuk makan hati kambing. Ia lalu menyembelih kambingnya untuk diambil hatinya.

Masih! Istrinya tidak sembuh-sembuh dan akhirnya meninggal dunia.

Banyak sekali orang datang pada saat pemakaman. Sehingga ia harus menyembelih sapinya untuk memberi makan orang-orang yang melayat.

Dari kejauhan sang Tikus menatap dengan penuh kesedihan. Beberapa hari kemudian ia melihat Perangkap Tikus tersebut sudah tidak digunakan lagi di rumah itu.


Pelajaran dari kisah di atas, “suatu ketika Anda mendengar seseorang sedang dalam kesulitan atau masalah dan Anda mengira itu bukan urusan Anda, maka pikirkanlah sekali lagi”.

Kabel dan Cahaya Lampu

"SAYANG, ayo kita shalat. Tuh dengar adzan telah berbunyi," ujar seorang ibu kepada anaknya yang tengah asyik nonton televisi. "Sebentar lagi dong, ini lagi seru-serunya," jawab sang anak. Ibu itu kemudian mendekat, "Sayang, tidak baik menunda-nunda shalat. Ini kan haknya Allah. Ayo matikan tivinya!" "Iya deh," jawab sang anak sambil beranjak dari tempat duduk. Ia terlihat sangat kecewa karena harus meninggalkan televisi.

Selama di kamar mandi, si anak terus menggerutu. "Ah..Ibu, tiap hari menggangu saja. Lagi enak-enaknya nonton disuruh shalat. Lagi seneng- senengnya main disuruh shalat. Lagi nyenyak tidur disuruh shalat. Harus baca Quran lah. Harus ikut pengajian lah. Harus ini … harus itu …! Bikin pusiiiing.

SELEPAS shalat berjamaah, anak itu bertanya dengan nada protes. "Bu, kenapa sih kita harus shalat, harus puasa, harus baca Al-Quran, dan harus belajar? Bukankah itu mengganggu kesenangan kita? Lagi pula, menurut saya, semua itu tidak ada gunanya, tidak mendatangkan hasil." Si Ibu sedikit terkejut mendengar pertanyaan itu. Ia pun terdiam beberapa saat. Ada sedikit kemarahan yang muncul dalam hatinya. Tapi ia segera sadar bahwa yang bertanya adalah anak kecil, yang belum tahu apa-apa selain main dan bersenang-senang.

Sang Ibu beranjak mengambil sebuah lampu yang menempel di dinding kamar anaknya. Sesaat kemudian ia berkata, "Anakku sayang, kamu lihat lampu ini. Ia begitu indah. Bentuknya lonjong dengan dindingnya terbuat dari kaca yang bening. Tiap malam engkau bisa belajar, mengerjakan PR, dan nonton televisi, salah satu sebabnya karena diterangi lampu ini."

"Sayang, tahukah kamu mengapa lampu ini bisa menyala?" lanjut si Ibu. "Ya, karena ada energi listrik yang berubah jadi cahaya," jawab sang anak. "Benar sekali jawabanmu. Lalu apa yang menyambungkan lampu ini dengan sumber listrik tadi?" tanya si ibu lebih lanjut. Sang anak pun menjawab dengan pasti, "Yang menyambungkan lampu dan sumber listrik adalah kabel." "Pintar sekali kamu," timpal si Ibu memuji.

"Nah, sekarang kamu pasti tahu, bila tidak ada kabel pasti lampu ini tidak akan nyala dan kamar ini pasti gelap. Bila demikian, ia tidak akan ada manfaatnya lagi, dan kamu tidak bisa belajar dan nonton tivi."

Sang Anak belum paham mengapa ibunya menceritakan lampu itu kepadanya. "Apa maksud Ibu?" tanyanya kemudian.

Ibu itu kembali berkata, "Anakku sayang, Allah itu sumber cahaya dalam hidup. Kita adalah lampunya. Ibadah yang kita lakukan menjadi kabel atau tali penghubungnya. Ibadah dapat menghubungkan antara Allah dengan manusia, tepatnya antara Allah dengan kita. Bila tidak mau beribadah, hidup kita akan gelap. Kita akan tersesat dan takkan berguna sedikit pun, seperti tak bergunanya lampu yang tak bercahaya." Ibu itu melanjutkan, "Jadi, shalat, bersedekah, membaca Al-Quran, ataupun belajar adalah kabel yang akan menghubungkan kita dengan Allah."

Mendengar semua itu, sang anak tampak tertegun. Dalam hatinya timbul penyesalan akan sikapnya yang selalu menganggap remeh ibadah. Ia pun berkata, "Kalau begitu aku tidak akan meninggalkan shalat lagi dan akan membaca Al-Quran tanpa harus disuruh. Bu, maafkan saya ya!"

Semoga Bermanfaat ...

Tukang Sampah Yang Punya Harga Diri

Barusan ane istirahat makan di kantor ane, kebetulan kantor ane di daerah yang lumayan 'minus' sih gan.. kalo agan-agan yang ada di Jakarta mungkin tau daerah Stasiun Kota kaya gimana.

Banyak pengemis, gelandangan dan orang-orang yang tingkat kehidupannya (maaf) dibawah kesejahteraan.

Sebelum nyari makan, ane beli rokok dulu gan biar tar abis makan ga bingung nyari rokok.. Ane nyalain satu batang..

Sambil ngerokok ane jalan buat nyari tempat yang enak buat duduk dan makan.

Sampe akhirnya ane nemu sebuah tempat yang menurut ane enak dan teduh, ane celingukan soalnya semua tempat duduk uda dipake orang-orang.

Di sela-sela celingukan ane, seorang bapak tua bilang ke ane:

"Silakan pak, disini aja duduk sama saya" katanya.

ane iyain aja gan, meskipun rada panas tapi yang ada cuman disitu doang..

Ane perhatiin bapak itu gan, orangnya uda tua banget, kurus, giginya uda ompong, rambutnya uda putih semua, bawa-bawa tas besar ama kresek isinya plastik-plastik gitu.

Ane ga sempat foto gan, ga enak juga kalo ane moto2, tar dikira apaan.

Dimulailah obrolan ane ama bapak itu gan

Ane : A

Bapak: B

A: lagi nunggu apa pak?

B: nggak mas, ini cuma duduk-duduk aja abis cari sampah seharian.. capek.

A: Jalan dari jam brapa pak?

B: dari pagi mas, uda lumayan banyak dapetnya ini.

A: oohhh...

Obrolan sempat brenti bentar gan, ane nikmatin rokok, bapaknya ngerapiin plastik2nya gitu..

Sampe pada akhirnya ane liat si Bapak pijet2in kepalanya gitu sambil hela napas panjang.

A: pusing ya pak? siang2 panas gini emang bikin pusing. 

B: (ketawa kecil) iya mas.. agak pusing kepala saya.

A: bapak ngerokok? ini kalau bapak mau.. (sambil ane sodorin rokok ane yang tinggal sebatang)

B: nggak mas makasih, saya nggak ngerokok.. sayang uangnya, mending buat makan daripada beli rokok.. lagian ga bagus juga buat badan.

Dalem ati gw rada tertohok juga gan..

A: iya juga sih pak.. (nginjek rokok ane)

Abis itu gw denger suara perut gan.. *kruuuuukk* gitu.

gw spontan noleh ke arah si bapak.

A: Bapak belum makan pak?

B: (senyum) belum mas, aga nanti mungkin.

A: wah, tar tambah pusing pak?

B: iya mas, saya udah biasa kok.

ga lama, kedengeran lagi bunyi perutnya gan.

A: Bapak beneran ga mau makan pak?

B: iya mas, nanti aja...

gw uda ngerasa kalo bapak ini bukannya ga mau makan gan, tapi beliau ga punya uang buat makan.

A: bentar ya pak, saya ke warung dulu pesen makan.

B: oh.. iya mas, silakan..

ane nyamperin tukang nasi padang terdekat, ane pesen buat ane sendiri ama ane inisiatif beliin nasi ma ayam buat si bapak. Selesai pesen, ane bawa tu nasi dua piring ke tempat duduk tadi, trus duduk.

Ane mau langsung ngasi tapi kok ane takut kalo bapaknya salah tangkep ato tersinggung gan, jadi ane akting dikit.

Ane pura-pura dapet telpon dari temen ane

A: (pura2 telpon) yaaah? ga jadi kesini? uda gw beliin nih... ooohh.. gitu... yauda deh gapapa.

*belaga tutup telpon*

A: wah payah nih temen saya, uda dibelikan makanan ternyata ga jadi.

B: (senyum) ya ga papa mas, dibungkus aja nanti bisa dimakan sore.

A: wah, keburu basi pak kalo nanti sore.. dimakan sekarang pasti ga abis.. gimana ya? mmmm... Bapak kan belum makan siang, ini makanan daripada sayang ga ada yang makan gimana kalo bapak aja yang makan pak? nemenin saya makan sekalian pak.

B: waduh mas, saya ga punya uang buat bayarnya.

tepat dugaan ane, dalem ati.

A: gapapa pak, makan aja.. saya bayarin dah! saya lagi ulang taun hari ini..(bo'ong)

B: wah.. beneran ga papa mas? saya malu.

A: lho? ngapain malu pak? udah bapak makan aja.

B: iya mas, selamat ulang tahun ya mas.

A: iya pak.. bapak mau mesen minum sekalian nggak? saya mau pesen.

B: nggak mas.. nggak usah.

Ane manggil tukang minuman, ane mesen 2 es teh manis.

B: lho mas? saya nggak pesen.

A: iya pak, saya beli dua.. haus banget soalnya..(ane bo'ong lagi gan)

Tanpa gw duga gan, si bapak netes aermatanya.. beliau ngucap syukur berkali kali.. beliau ngomong ke ane..

B: mas, saya makasih sudah dibelikan makanan.. saya belum makan dari kemarin sebetulnya. cuma saya malu mas, saya inginnya beli makan sama uang sendiri karena saya bukan pengemis.. saya sebetulnya lapar sekali mas, tapi saya belum dapet uang hasil nyari sampah..

Ane tertegun denger omongan beliau gan, ga sadar ane ikut ngerasa perih banget dalem ati.. nyesek banget dalem ati ane, ane secara ga sadar hampir netesin aermata.. tapi ane berlagak cool.

A: yauda, bapak makan aja nasinya.. nanti kalau kurang saya pesankan lagi ya pak? jangan malu-malu..

B: (masi nangis) iya mas.. makasih banyak ya mas.. nanti yang diatas yang bales.

A: iya pak makasi doanya.

Akhirnya ane makan berdua ama beliau, sambil cerita-cerita.

Dari cerita beliau ane tau kalo beliau punya dua anak, yang atu uda meninggal karena kecelakaan. yang atunya uda pergi dari rumah ga pulang-pulang udah 3 tahun. Istri beliau uda meninggal kena kanker tahun lalu. dan parahnya lagi rumahnya diambil ama orang kredit gara-gara ga bisa ngelunasin uang pinjaman buat ngobatin istrinya.

Miris banget ane dengerin cerita beliau gan, sebatang kara, ga punya rumah, anaknya durhaka, jarang makan.. malah beliau cerita pernah dipalak preman waktu mulung di jakarta.

Rasanya ane beruntung banget ama kondisi ane sekarang, ane nyesel pernah ngeluh tentang kerjaan ane, tentang kondisi kosan ane, dsb.. sedangkan bapak ini dengan kondisi yang serba kekurangan masih selalu tersenyum.

Rasanya sepiring nasi padang dan segelas es teh yang ane kasi ga setimpal banget ama pelajaran yang ane dapet.

Tadi ane belum ambil uang, jadi ane cuma ngasi seadanya kembalian dari warung padang ke bapak itu, itupun pake eyel2an dulu ma bapaknya soalnya beliau ga mau dikasi uang,  tapi akhirnya dengan sedikit maksa ane kasi uang ke beliau. Ane didoain banyak banget ama bapak tadi.

Dan ada satu hal yang bikin ane tercengang waktu mau ninggalin tempat tadi..

Sambil jalan ane noleh ke belakang, si bapak udah ga ada.. ane cariin bentar, ternyata si bapak ada di depan kotak amal masjid masukin duit ke dalem kotakan itu!

Gw makin tersentuh ma beliau.. di tengah-tengah kesulitan yang beliau alami, beliau masi sempet amal berbagi dengan orang lain.

Ane mewek gan.. ane ngerasa kecil banget sebagai manusia.. ane ngerasa ditunjukin sesuatu yang bener-bener hebat!

Ane berdoa semoga bapak itu dilancarkan segala urusannya, diberi kemudahan dan rejeki berlimpah, dan selalu berada dalam lindungan Tuhan.

Wallahu a'lam bish-shawab .



Pohon Apel yang Mengorbankan Segalanya

Suatu ketika, hiduplah sebatang pohon apel besar dan anak lelaki yang senang bermain-main di bawah pohon apel itu setiap hari. Ia senang memanjatnya hingga ke puncak pohon, memakan buahnya, tidur-tiduran di keteduhan rindang daun-daunnya. Anak lelaki itu sangat mencintai pohon apel itu. Demikian pula, pohon apel sangat mencintai anak kecil itu. Waktu terus berlalu. Anak lelaki itu kini telah tumbuh besar dan tidak lagi bermain-main dengan pohon apel itu setiap harinya.

Suatu hari ia mendatangi pohon apel. Wajahnya tampak sedih. "Ayo ke sini bermain-main lagi denganku," pinta pohon apel itu. "Aku bukan anak kecil yang bermain-main dengan pohon lagi," jawab anak lelaki itu. "Aku ingin sekali memiliki mainan, tapi aku tidak punya uang untuk membelinya". Pohon apel itu menyahut, "Duh, maaf aku pun tak punya uang..., tapi kau boleh mengambil semua buah apelku dan menjualnya. kau bisa mendapatkan uang untuk membeli mainan kegemaranmu." Anak lelaki itu sangat senang. Ia lalu memetik semua buah apel yang ada di pohon dan pergi dengan sukacita. Namun, setelah itu anak lelaki tersebut tidak pernah datang lagi. Pohon apel itu kembali sedih.

Suatu hari anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel sangat senang melihatnya datang. "Ayo bermain-main denganku lagi." kata pohon apel. "Aku tak punya waktu," jawab anak lelaki itu. "Aku harus bekerja untuk keluargaku. Kami membutuhkan rumah untuk tempat tinggal. Maukah kau menolongku?" "Duh, maaf aku tidak punya rumah. Tapi kau boleh menebang semua dahan rantingku untuk membangun rumahmu", kata pohon apel. Kemudian, anak lelaki itu menebang semua dahan dan ranting pohon apel itu dan pergi dengan gembira. Pohon apel itu juga merasa bahagia melihat anak lelaki itu senang, tapi anak lelaki itu tidak pernah kembali lagi. Pohon apel itu merasa kesepian dan sedih.

Pada suatu musim panas, anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel merasa sangat bersukacita menyambutnya. 'Ayo bermain-main lagi denganku." kata pohon apel. 'Aku sedih," kata anak lelaki itu. "Aku sudah tua dan ingin hidup tenang." Aku ingin berlibur dan berlayar. Maukah kau memberiku sebuah kapal berlibur dan berlayar. Maukah kau memberiku sebuah kapal untuk pesiar?" Duh, maaf aku tak punya kapal, tapi kau boleh memotong batang tubuhku dan menggunakannya untuk membuat kapal yang kau mau. Pergilah berlayar dan bersenang-senanglah." Kemudian, anak lelaki itu memotong batang pohon apel itu dan membuat kapal yang diidamkannya. Ia lalu berlayar dan tak pernah lagi datang menemui pohon apel itu.

Akhirnya, anak lelaki itu datang lagi setelah bertahun-tahun kemudian. "Maaf, anakku," kata pohon apel itu. 'Aku sudah tidak punya buah apel lagi untukmu." Tak apa. Aku pun sudah tak punya gigi untuk menggigit buah apelmu," jawab anak lelaki itu. 'Aku juga tak punya batang dan dahan yang bisa kau panjat," ujar pohon apel. "Sekarang, aku sudah terlalu tua untuk itu," jawab lelaki itu. 'Aku benar-benar tak punya apa-apa lagi yang bisa kuberikan padamu. Yang tersisa hanyalah akar-akarku yang sudah tua dan sekarat ini," kata pohon apel sambil menitikkan air mata. 'Aku tidak memerlukan apa-apa lagi sekarang," kata anak lelaki, "aku hanya membutuhkan tempat untuk beristirahat. Aku sangat lelah setelah sekian lama meninggalkanmu." "Ooh, bagus sekali. Tahukah kau, akar-akar pohon tua adalah tempat terbaik untuk berbaring dan beristirahat. Mari, marilah berbaring di pelukan akar-akarku dan beristirahat dengan tenang." Anak lelaki itu berbaring di pelukan akar-akar pohon. Pohon apel itu sangat gembira dan tersenyum sambil meneteskan air matanya.

Inilah untuk kita semua. Pohon apel itu adalah orang tua kita. Ketika kita masih muda, kita senang bermain-main dengan ayah dan ibu kita. Ketika kita tumbuh besar, kita meninggalkan mereka, dan hanya datang ketika kita memerlukan sesuatu atau dalam kesulitan. Tak peduli apa pun, orang tua kita akan selalu ada di sana untuk memberikan apa yang bisa mereka berikan untuk membuat kita bahagia. Anda mungkin berpikir bahwa anak lelaki itu telah bertindak sangat kasar pada pohon itu, tetapi begitulah cara kita memperlakukan orangtua kita. Dan yang terpenting : cintailah orangtua kita. Berilah perhatian dan kasih sayang anda pada orang tua. Cinta yang sejati tidak terletak pada apa yang telah dikerjakan dan diketahui, namun pada apa yang telah dikerjakan tapi tidak diketahui. Sampaikan pada orang tua kita sekarang, betapa kita mencintai mereka, dan berterima kasih atas seluruh hidup yang telah dan akan mereka berikan kepada kita. Berbagilah, selama waktu masih ada. Semoga kita, orangtua kita dan sahabat-sahabat kita, bahagia.

Anak Kecil Yang Pandai Bersyukur

Suatu ketika seseorang yang sangat kaya mengajak anaknya mengunjungi sebuah kampung, dengan tujuan utama memperlihatkan kepada anaknya betapa orang-orang bisa sangat miskin. Mereka menginap beberapa hari di sebuah daerah pertanian yang sangat miskin.

Pada perjalanan pulang, sang Ayah bertanya kepada anaknya.

' Bagaimana perjalanan kali ini?'

' Wah, sangat luar biasa Ayah'

' Kau lihatkan betapa manusia bisa sangat miskin' kata ayahnya.

' Oh iya' kata anaknya

' Jadi, pelajaran apa yang dapat kamu ambil?' tanya ayahnya.

Kemudian si anak menjawab. ' saya saksikan bahwa kita hanya punya satu anjing, mereka punya empat.

Kita punya kolam renang yang luasnya sampai ketengah taman kita dan mereka memiliki telaga yang tidak ada batasnya.

Kita mengimpor lentera-lentera di taman kita dan mereka memiliki bintang-bintang pada malam hari.

Kita memiliki patio sampai ke halaman depan, dan mereka memiliki cakrawala secara utuh.

Kita memiliki sebidang tanah untuk tempat tinggal dan mereka memiliki ladang yang melampaui pandangan kita.

Kita punya pelayan-pelayan untuk melayani kita, tapi mereka melayani sesamanya.

Kita membeli untuk makanan kita, mereka menumbuhkannya sendiri.

Kita mempunyai tembok untuk melindungi kekayaan kita dan mereka memiliki sahabat-sahabat untuk saling melindungi.'

Mendengar hal ini sang Ayah tak dapat berbicara.

Kemudian sang anak menambahkan ' Terimakasih Ayah, telah menunjukan kepada saya betapa miskinnya kita.'

Betapa seringnya kita melupakan apa yang kita miliki dan terus memikirkan apa yang tidak kita punya. Apa yang dianggap tidak berharga oleh seseorang ternyata merupakan dambaan bagi orang lain. Semua ini berdasarkan kepada cara pandang seseorang. Membuat kita bertanya apakah yang akan terjadi jika kita semua bersyukur kepada Tuhan sebagai rasa terima kasih kita atas semua yang telah disediakan untuk kita daripada kita terus menerus khawatir untuk meminta lebih.